chitin dan Chitosan
Produk
chitin/chitosan merupakan suatu produk pengolahan yang terbuat dari hasil
samping pengolahan udang (kulit udang dan kepala udang). Udang merupakan
primadona ekspor perikanan di Indonesia .
Volume ekspor udang mencapai 94.551 ton (1998). Sekitar 80 – 90 % udang
diekspor dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit (udang kupas). Hasil
samping proses pengupasan ini berupa kulit dan kepala sebagai limbah. Limbah
yang dihasilkan dapat mencapai 25 – 30 % dari bobot udang utuh. Sebagai
gambaran, apabila pada tahun 2002 Indonesia telah mengekspor 124.764 ton udang,
sekitar 93.573 ton diekspor dalam bentuk udang beku tanpa kulit dan kepala,
maka volume limbah yang dihasilkan kurang lebih 31.191 ton.
Limbah udang
mudah sekali rusak akibat degradasi enzimatik mikroorganisme mikroorganisme, sehingga
menjadi masalah bagi pengelola limbah industri dan menurunkan kualitas
lingkungan. Disamping itu, sifat kamba bahan (bulky density) akan membutuhkan
tempat penampungan tertutup dan cukup besar. Mengingat pesatnya pertumbuhan
komoditi udang di tahun-tahun mendatang penanganan udang perlu ditangani lebih
serius.
Limbah kulit
udang dan kepiting di Indonesia
kebanyakan hanya dimanfaatkan untuk pencapur ransum pakan ternak dalam bentuk
tepung sebagai hidrolisat protein, silase, bahan campuran pembuatan terasi,
petis dan kerupuk udang. Di dalam kulit udang dan kepiting ini sebenarnya
terkandung zat chitin yang bisa diolah lebih lanjut menjadi khitosan atau
produk turunanya.
KEGUNAAN
CHITIN DAN CHITOSAN
Aplikasi dari
chitin khitosan dan turunannya sangat beragam dan meliputi berbagai bidang
dengan berbagai fungsi dan kegunaannya seperti pada bidang pertanian, farmasi,
makanan, textil, pengolahan limbah air, kesehatan dan lain-lain. Bahkan dalam
perkembangan terakhir khitosan dapat dimanfaatkan untuk bahan pengawet makanan
yang aman dikonsumsi sebagai pengganti penggunaan formalin pada beberapa produk
pangan seperti bakso, tahu, mie basah, ikan kering dll yang sedang marak
dibicarakan.
Berikut
beberapa aplikasi pemanfaatan chitosan dalam berbagai bidang antara lain:
1.
Farmasi
: orthopedi, pelepasan obat terkendali, contact lens, benang jahit luka,
penurun cholesterol dalam darah, bandage luka, bandage mata dll
2.
Kosmetika
: shampo, pasta gigi, cat kuku, handy clean, hair spray, pelembab, hair tonic,
hand body dll
3.
Pertanian
: pupuk, pelapis buah- buahan, pelapis bebijian, makan ternak, makanan ikan dll
4.
Makanan
dan Bioteknologi : makanan tambahan (serat, penurun cholesterol), pengendap
protein, imobilisasi enzyme dan cell, dll
5.
Lain-lain
: pengolah limbah (water tratment), bioplsatik, industri kertas, textile.
PENGOLAHAN
CHITIN
A. BAHAN
BAKU
Bahan baku pembuatan yang biasa
digunakan adalah kulit udang yang banyak mengandung zat chitin.
Sebenarnya
chitin tesebar luas di alam dam nerupakan senyawa organik yang sangat melimpah
di bumi. Senyawa ini merupakan bagian konstituen organik yang sangat penting
pada kerangka hewan golongan Arthropoda,
Annelida, Molusca, Coelenterata, Nematoda dan beberapa kelas serangga dan jamur.
Keberadaannya berkonjugasi dengan protein juga pada bagian trachea, insang,
dinding usus dan bagian dalam dari kulit cumi-cumi.
Walaupun chitin
tersebar luas di alam, sumber utama chitin yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut
adalah dari jenis udag-udangan (Crustaceae)
yang dipanen secara komersial seperti kepiting, rajungan, udang dan lobster.
Di Indonesia
terdapat sekitar 83 spesies udang Penaid,
tetapi yang memiliki arti ekonomi penting hanya 9 spesies, semuanya tergolong
dalam genus Penaeus dan Metapenaeus, antara lain udang windu (Metapenaeus monodon), udang kembang (Penaeus semisulcatus), udang raja (Penaeus
atisulcatus), udang jerbung (Penaeus
merguiensis) udang putih (Penaeus
indicus ), udang kelong (Penaeus
orientalis), udang dogol (Metapenaeus
ensis), udang krosok (Metapenaeus
lyianassa) dan udang werus
(Metapenaeus monoceros). (Trubus, 1993).
Seluruh bagian
tubuh udang tertutup oleh eksoskeleton (kerangka luar) yang strukturnya
tersusun oleh matriks kitin baik dari udang utuh maupun dari limbah udang
(kulit dan kepala). Tetapi kandungan kitin pada bagian limbah lebih besar yaitu
sebesar 23.5% sedangkan zat kitin yang terkandung dalam udang utuh hanya
sebesar 15,9%. Dan bila dibandingkan dengan keseluruhan bagian limbah, bagian
kulit merupakan sumber kitin tertinggi. Secara umum, cangkang kulit udang
mengandung protein 34,9 %, mineral CaCO3 27,6 %, chitin 18,1 %, dan
komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4 %
(Suhardi, 1992). Chitin merupakan polisakarida yang bersifat non toxic
(tidak beracun) dan biodegradable sehingga chitin banyak dimanfaatkan dalam
berbagai bidang.
Senyawa chitin
pada umumnya tidak digunakan secara murni tetapi dalam bentuk turunannya atau
senyawa lain, misalnya yang luas dalam penggunaannya adalah khitosan.
B. BAHAN
TAMBAHAN DAN PERALATAN
Bahan kimia yang dibutuhkan
dalam pengolahan chitin antara lain :
-
NaOH
(soda api) teknis
-
HCl
(asam khlorida) teknis
-
Aquadest
(air bersih)
Sedangkan peralatan yang
dibutuhkan antara lain :
-
Ember
atau baskom
-
Pengaduk
kayu
-
Saringan
-
Para-para
untuk penjemuran
-
Gelas
ukur
-
Timbangan
-
Kompor
(untuk proses panas)
-
Panci
(untuk proses panas)
-
Thermometer
(untuk proses panas)
C. CARA
PENGOLAHAN CHITIN
Sebagai
material pelindung pada kulit udang atau kepiting, chitin tidak terdapat dalam
keadaan murni tetapi mengandung bahan mineral (kalsium karbonat) dan protein.
Sehingga untuk memperoleh chitin dari limbah kulit udang / kepiting harus
dilakukan dua tahap pemisahan.
Pertama, tahap
pemisahan mineral (demineralisasi)
yang bertujuan untuk menghilangkan mineral- mineral dalam senyawa yang
terkandung dalam kulit udang atau kepiting dan tahap kedua, tahap pemisahan
protein (deproteinisasi) yang
bertujuan untuk mengurangi kandungan protein pada bahan kulit udang atau
kepiting.
Dalam
pengolahan chitin ada dua macam proses pengolahan yaitu dengan menggunakan
proses panas dan proses dingin.
ô Proses dingin
1.
Persiapan
bahan baku ,
meliputi menyiapkan kulit udang, kemudian dicuci bersih dan dijemur sampai
kering serta ditimbang
2.
Membuat
larutan 1N HCl (asam klorida), kemudian masukkan dalam ember berisi kulit udang
kering diaduk sampai semua bahan terendam (perbandingan 1:10 ). Diamkan selama semalam. Proses ini
disebut proses demineralisasi I
3.
Kulit
udang yang sudah direndam 1 malam kemudian dicuci berkali-kali sampai bersih
(sampai airnya bening) kemudian dikeringkan (dijemur)
4.
Membuat
larutan 1N NaOH (soda api), kemudian masukkan dalam ember berisi kulit udang
kering diaduk sampai semua bahan terendam (perbandingan 1:10 ). Diamkan selama semalam. Proses ini
disebut proses deproteinisasi I
5.
Kulit
udang yang sudah direndam 1 malam kemudian dicuci berkali-kali sampai bersih
(sampai airnya bening) kemudian dikeringkan (dijemur)
6.
Membuat
larutan 1N HCl (asam klorida), kemudian masukkan dalam ember berisi kulit udang
kering diaduk sampai semua bahan terendam (perbandingan 1:10 ). Diamkan selama semalam. Proses ini
disebut proses demineralisasi II
7.
Membuat
larutan 1N NaOH (soda api), kemudian masukkan dalam ember berisi kulit udang
kering diaduk sampai semua bahan terendam (perbandingan 1:10 ). Diamkan selama semalam. Proses ini
disebut proses deproteinisasi II
8.
Kulit
udang yang sudah direndam 1 malam kemudian dicuci berkali-kali sampai bersih
(sampai airnya bening) kemudian dikeringkan (dijemur). Hasil yang diperoleh
disebut chitin yang bisa diolah lebih lanjut menjadi khitosan.
ô Proses panas
1.
Persiapan
bahan baku ,
meliputi menyiapkan kulit udang, kemudian dicuci bersih dan dijemur sampai
kering serta ditimbang
2.
Membuat
larutan 1N HCl (asam klorida), kemudian masukkan dalam ember berisi kulit udang
kering diaduk sampai semua bahan terendam (perbandingan 1:10 ). Diamkan selama semalam. Proses ini
disebut proses demineralisasi
3.
Kulit
udang yang sudah direndam 1 malam kemudian dicuci berkali-kali sampai bersih
(sampai airnya bening) kemudian dikeringkan (dijemur)
4.
Membuat
larutan 1N NaOH (soda api), kemudian masukkan dalam panci berisi kulit udang
kering diaduk sampai semua bahan terendam, kemudian dipanaskan dengan api
sedang selama 3 jam (suhu diatur 80 oC) sambil diaduk-aduk. Proses
ini disebut proses deproteinisasi
5.
Kulit
udang kemudian dicuci berkali-kali sampai bersih (sampai airnya tidak lengket)
kemudian dikeringkan (dijemur). Hasil yang diperoleh disebut chitin yang bisa
diolah lebih lanjut menjadi khitosan.
& Cara membut larutan :
-
1N
HCl sebanyak 1 liter, larutkan 100 ml HCl ke dalam 900 ml air
-
2N
HCl sebanyak 1 liter, larutkan 200 ml HCl ke dalam 800 ml air
-
1N
NaOH sebanyak 1 liter, timbang 40 gram NaOH kemudian larutkan ke dalam 1 liter
air
-
2N
NaOH sebanyak 1 liter, timbang 80 gram NaOH kemudian larutkan ke dalam 1 liter
air
CHITOSAN
Chitosan adalah produk
deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin
(2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul
2,5×10-5 Dalton. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan
tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan
bila diproses menjadi chitosan menghasilkan yield 15-20 persen.
PENGOLAHAN CHITOSAN
Proses utama dalam pembuatan chitosan,meliputi penghilangan
protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi
dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa
dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan
cara memanaskan dalam larutan basa. Karakteristik fisiko-kimia chitosan
berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik,
tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik
adalah asam asetat.
A.
BAHAN BAKU, BAHAN TAMBAHAN DAN PERALATAN
Bahan baku untuk membuat chitosan adalah chitin. Sedangkan bahan tambahan yang
dibutuhkan dalam pengolahan chitosan antara lain :
-
NaOH
(soda api)
-
Aquadest
(air bersih)
Peralatan yang dibutuhkan
antara lain :
-
Ember
atau baskom
-
Pengaduk
kayu
-
Saringan
-
Para-para
untuk penjemuran
-
Gelas
ukur
-
Timbangan
-
Kompor
-
Panci
-
Thermometer
-
Alat
penggiling
B.
CARA PENGOLAHAN CHITOSAN
1.
Persiapan
bahan baku
(chitin).
2.
Deacetilisasi
dalam larutan 50% NaOH, 20 : 1. Aduk merata selama 1 jam dan biarkan selama 30
menit.
3.
Dipanaskan
selama 90 menit dengan suhu 1400 C.
4.
Larutan
kemudian disaring untuk memperoleh padatan (filtrat)
5.
Filtrat
yang diperoleh dicuci hingga netral kemudian dikeringkan sampai kering
pengeringan bisa dengan oven bersuhu 700C selama 24 jam atau dijemur
sampai kering)
6.
Bentuk
kering bisa berbentuk serpihanatau berbentuk serbuk yang dilakukan pengilingan
terlebih dahulu (tepung chitosan).
7.
Pengemasan
SPESIFIKASI
PRODUK
ô CHITIN
Spesifikasi
chitin yang dihasilkan antara lain:
1.
Ukuran partikel dari
bubuk serpihan

2.
Kadar
air <
10 %
3.
Kadar
Abu <
2 %
4.
Derajat
deasetilisasi > 15 %
5.
Kelarutan
- Air tidak
larut
- Pelarut
encer/organik tidak larut
Sedangkan
sifat- sifat yang lain dari chitin antara lain :
√ Senyawa
berwarna putih
√ Berbentuk
serpihan atau powder/bubuk
√ Tidak larut
dalam air
√ Tidak larut dalam
asam organik
√ Tidak larut
dalam larutan alkali
√ Tidak
bersifat toksik / racun
√ Mempunyai
bobot molekul 1,0 – 1,2.10 6
ô CHITOSAN
Spesifikasi
chitosan yang dihasilkan antara lain:
1.
Ukuran partikel dari
bubuk serpihan

2.
Kadar
air <
10 %
3.
Derajat
deasetilisasi > 2 %
4.
Warna
larutan jernih
5.
Kekentalan
1% chitosan dlm
1% asam cuka 165 – 186 cps
Menurut Rismana (2001)
multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya, sifat alami tersebut
dapat dibagi menjadi dua sifat besar, yaitu sifat kimia dan sifat biologi.
Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain :
- Merupakan polimer
poliamin berbentuk linier.
- Mempunyai gugus amino
aktif.
- Mempunyai kemampuan
mengikat beberapa logam.
Sifat biologi kitosan antara lain :
- Bersifat
biokompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai
akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh
mikroba (biodegradable).
- Dapat berikatan dengan
sel mamalia dan sel mikroba secara agresif.
- Mampu meningkatkan
pembentukan tulang.
- Bersifat hemostatik(menghentikan
pendarahan), fungistatik (menghambat pertumbuhan fungi), spermisidal,
antitumor, antikolesterol.
- Bersifat sebagai
depresan pada sistem syaraf pusat.
- Berdasarkan kedua
sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu mudah
dibentk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat
bermanfaat dalam aplikasinya.
Komentar
Posting Komentar