Bandeng tanpa duri
Membuat Bandeng Tanpa
Duri

Produk ini memiliki prospek yang bagus. Pesanan terus mengalir
untuk menyuplai supermarket di Jakarta dan sekitarnya bahkan diekspor ke
Amerika Serikat. Bandeng tanpa duri yang pertama kali di Semarang bahkan
mungkin di Indonesia. Produk semacam ini sudah sangat terkenal di luar negeri
utamanya Eropa dan Amerika serikat. Kebanyakan negara tersebut mengimpor dari
Philipina dan Thailand.
Salah seorang pelopor usaha ini adalah Mulyono yang berasal dari
semarang Jawa Tengah. Beliau mengawali bisnisnya berdasarkan info dari
saudaranya yang tinggal di luar negeri. Pengolahan bandeng tanpa duri merupakan
salah satu proses pengolahan diversifikasi produk perikanan, terutama produk
perikanan dari bahan baku ikan bandeng. Adapun cara Pengolahannya cukup
sederhana.
Jika bandeng mempunyai cita rasa yang spesifik dan banyak digemari
oleh masyarakat banyak namun dibalik prospek tersebut ikan bandeng mempunyai
kelemahan yaitu terdapatnya duri-duri yang banyak yang tersebar diseluruh
bagian daging. Untuk mengantisipasi dari kendala-kendala diatas maka proses
pengolahan bandeng tanpa duri merupakan altematif yang sangat tepat.
Berikut cara pengolahan bandeng tanpa duri :
Bahan:
·
Ikan bandeng segar
·
Air,
·
Es
·
Kantong Plastik
·
Talenan
·
Pisau
·
Pinset bak pencucian
·
Alat pembuang sisik
·
Wadah plastik
·
Timbangan
Cara Pengolahan :
Pembuangan Sisik
Apabila pengolahan Bandeng tanpa duri ini untuk kepertingan
pengolahan lanjutan yang masih memerlukan adanya sisik, maka pembuangan sisik
tidak dilakukan. Apabila dalam pengolahan lanjutan tidak diperlukan adanya
sisik maka cara pembuangan sisik dengan dikerok dari pangkal ekomya menuju ke
bagian kepala dengan alat pisau atau pembuang sisik (khusus).
Pembelahan (Fillet)
Teknik pembelahan dengan cara menyayat bagian punggung ikan dengan
menggunakan alat pisau. Penyayatan dimulai dari bagian ekor sampai dengan
membelah kepala dan selanjutnya pembuangan isi perut serta insang.
Pencucian
Ikan yang telah difi llet dicuci bersih dengan menggunakan
air bersih untuk menghilangkan sisa darah, lemak maupun kotoran yang masih
menempel.
Pembuangan Duri
Buang tulang punggung dengan menggunakan pisau dari bagian ekor
hingga bagian kepala. Cabut tulang-tulang dari permukaan dinding perut, pada
bagian perut terdapat 16 pasang tulang besar. Buat irisan memanjang pada
guratan daging punggung bagian tengah dan bagian perut dengan menggunakan ujung
pisau. Irisan dilakukan dengan hati-hati agar duri-duri tidak
terputus,selanjutnya pencabutan duri dilakukan dengan cara memasukkan ujung
pinset pada bagian irisan tersebut, kemudian dilakukan pencabutan satu
persatu,pada bagian punggung terdapat 42 pasang duri bercabang yang berada di
dalam daging dekat kulit luar. Sepanjang lateral line terdapat 12 pasang duri
cabang, sedangkan di bagian perut terdapat 12 pasang duri. Rendemen ikan
bandeng yang telah dibuang durinya sebesar 70-80%.

Susunan Duri Ikan
Bandeng
Pengemasan
Agar mempunyai daya awet yang lebih lama maka ikan bandeng segera
mungkin didinginkan dengan menyimpan ke dalam wadah dan diberi es. Untuk
menjaga agar ikan tidak berkontak langsung dengan es maka ikan dimasukkan ke
dalam kantong plastik yang ditutup dengan sealer (berbagai sumber).
Senin, 04 Oktober 2010
1. PENDAHULUAN
Ikan Bandeng (Latin: Chanos chanos atau Inggris: Milkfish) merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki
rasa yang spesifik, dan telah dikenal di Indonesia bahkan di luar negeri.
Menurut penelitian Balai Pengembangan dan Penelitian Mutu Perikanan (1996),
kandungan omega-3 Bandeng sebesar 14.2% melebihi kandungan omega-3 pada ikan
salmon (2.6%), ikan tuna (0.2%) dan ikan sardines/ mackerel (3.9%). Kandungan gizi Bandeng secara lebih
lengkap dapat dilihat pada komposisi kimia yang terdapat pada Bandeng.

Gambar 1.1 Struktur Duri Pada Bandeng
Di Semarang Jawa Tengah yang menjadi lokasi penelitian,
pengolahan Bandeng yang selama ini telah dilakukan agar aman dikonsumsi yaitu
dengan mengolahnya menjadi Bandeng Presto atau terkenal dengan Bandeng Duri
Lunak. Bandeng Presto adalah menghilangkan duri dengan cara memasak Bandeng
pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama. Tetapi terdapat kelemahan dari
Bandeng Presto ini,
yaitu adanya kemungkinan berkurangnya gizi makanan yang terkandung pada Bandeng
akibat pengolahan yang dilakukan pada suhu tinggi, serta dapat berpotensi
menimbulkan rasa bosan jika mengkonsumsi Bandeng Presto ini dalam jangka waktu
yang lama. Oleh karena itu, sebagai salah satu variasi makanan dengan
menggunakan Bandeng ini dan juga memperhatikan kendala banyaknya duri pada
Bandeng, maka dikembangkan usaha penghilangan tulang/ duri Bandeng yang
menghasilkan produk yang disebut Bandeng Tanpa Duri.
Bandeng Tanpa Duri merupakan produk perikanan
setengah jadi berupa Bandeng mentah segar yang telah dibuang tulang dan
durinya. Bandeng mentah segar ini diperoleh pengusaha Bandeng Tanpa Duri
melalui pedagang Bandeng skala kecil maupun skala mikro yang mengumpulkan dari
petani tambak Bandeng, atau produsen ini langsung membeli dari petani tambak.
Kelebihan dari Bandeng Tanpa Duri ini yaitu tidak mengurangi atau menghilangkan
kandungan gizi yang terdapat pada Bandeng mentah, karena pengolahannya hanya
menghilangkan duri yang ada pada Bandeng, bukan memasaknya. Bandeng Tanpa Duri
ini selanjutnya dapat dimanfaatkan menjadi berbagai variasi makanan sesuai
dengan selera. Beberapa produk olahan dari Bandeng Tanpa Duri ini antara lain
Bandeng Pepes, Bandeng Asap, Bandeng Nugget, Bandeng Fillet dan sebagainya.
Hasil produksi Bandeng Tanpa Duri kemudian dijual kepada konsumen, dimana
konsumen ini setengahnya adalah konsumen pengguna (end user) dan sisanya
adalah pedagang yang menjual kembali produk ini dalam keadaan mentah (fresh
frozen) atau menjualnya setelah diolah menjadi produk makanan olahan.
Bandeng Tanpa Duri ini memang belum dikenal
banyak oleh masyarakat, banyak yang mengira Bandeng Tanpa Duri ini sama dengan
Bandeng Presto yang memang lebih dulu telah dikenal oleh masyarakat, sehingga
produksi Bandeng Tanpa Duri ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan
Bandeng Presto. Alasan sedikitnya produksi Bandeng Tanpa Duri ini yaitu proses
produksi yang relatif sulit bagi pemula (meskipun setelah mahir, proses ini
menjadi sederhana) serta membutuhkan ketekunan serta ketelitian tinggi,
khususnya pada saat mencabut duri Bandeng tersebut. Seseorang yang telah mahir membutuhkan
waktu 3-4 menit untuk melakukan pencabutan tulang dan duri Bandeng. Tetapi bila
belum mahir maka bisa mengerjakannya dalam waktu 15-20 menit untuk setiap ekor
Bandeng.
Menurut Dinas Perikanan & Kelautan Propinsi
Jawa Tengah, di Semarang tidak terdapat sentra industri Bandeng Tanpa Duri.
Penghasil Bandeng Tanpa Duri ini menyebar dan jumlahnya juga tidak lebih dari
20 pelaku usaha. Dari sekitar 20 pelaku usaha ini hanya kurang dari 5 pelaku
usaha dengan skala produksi kecil dengan produksi 100-200 kg per hari,
selebihnya pelaku usaha skala mikro dengan produksi sekitar 10-15 kg per hari.
Pemasaran Bandeng Tanpa Duri di Semarang ini
telah menjangkau kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta,
Solo. Untuk saat ini belum ada produk yang diekspor, meskipun ada salah seorang
pelaku usaha yang termasuk skala produksi kecil yang dulu pernah melakukan
ekspor ke Amerika, namun ekspor ini terhenti karena memiliki kendala dalam
kontinuitas ketersediaan bahan bakunya yaitu Bandeng Mentah. Omset Bandeng
Tanpa Duri di Semarang belum dapat diperoleh angka pastinya, tetapi dapat
diperkirakan dengan pendekatan jumlah pelaku usaha yang ada, maka total
produksi minimal sekitar 650 kg per hari.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Organisasi
Secara sederhana, organisasi adalah suatu kerjasama sekelompok
orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan
peraturan yang ada. Ciri-ciri organisasi ialah: 1) terdiri daripada dua orang
atau lebih, 2) ada kerjasama, 3) ada komunikasi antar satu anggota dengan yang
lain, 4) ada tujuan yang ingin dicapai.
Organisasi dapat dilihat dengan dua cara berbeda, yaitu: 1)
organisasi sebagai suatu sistem terbuka yang terdiri atas sub-sistem yang
saling berkaitan, dan memperoleh input untuk diolah yang berasal dari lingkungan
serta menyalurkan output hasil pengolahan ke lingkungan kembali, dan 2)
organisasi sebagai sekelompok orang yang berkerjasama untuk mencapai suatu
tujuan bersama (Monir H. Thayeb).
Organisasi dapat diartikan dalam dua macam, yaitu: 1. Dalam arti statis,
yaitu organisasi sebagai wadah tempat dimana kegiatan kerjasama dijalankan;
2. Dalam arti dinamis, yaitu organisasi sebagai suatu sistem proses
interaksi antara orang-orang yang bekerjasama, baik formal maupun informal.
Sinonim Organisasi
1.
Institusi/lembaga
Kelompok yang menampung aspirasi masyarakat; punya aturan
tertulis atau tidak; tumbuh dalam masyarakat; mencapai tujuan bersama; dibentuk
oleh pemerintah atau swasta.
2.
Birokrasi
a. Etimologi
(asal kata): bureau=meja kratia (cracein)=pemerintahan, dus pemerintahan atau
administrasi melalui kantor.
b. Administrasi dan manajemen: badan
administrasi atau badan manajemen (administrative body atau management
body), dus suatu badan yang menyelenggarakan suatu kegiatan atau pekerjaan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (baik dalam bidang pemerintahan
maupun swasta).
c. Sistem: sistem kerja yang
berlandaskan suatu jaringan tata-hubungan kerjasama sesuai dengan tata aturan
dan prosedur yang ditentukan.
Kesimpulan:
Organisasi adalah: 1) wadah atau tempat terselenggaranya
administrasi; 2) didalamnya terjadi berbagai hubungan antar-individu maupun
kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun keluar; 3) terjadinya
kerjasama dan pembagian tugas; 4) berlangsungnya proses aktivitas berdasarkan
kinerja masing-masing.
Organisasi
formal dan informal
Organisasi formal ialah suatu organisasi yang memiliki struktur
yang jelas, pembagian tugas yang jelas, serta tujuan yang ditetapkan secara
jelas. Organisasi informal akan timbul apabila anggota organisasi formal
merasa keinginannya tidak terpenuhi oleh organisasi formal. Hubungan
organisasi formal dengan organisasi informal bersifat berbanding terbalik
“semakin tinggi tingkat kepuasan pegawai, maka semakin kecil kemungkinan
munculnya atau terbentuknya organisasi informal.
Faedah organisasi
informal terhadap organisasi informal
1)
boleh dijadikan sarana komunikasi,
2)
boleh dijadikan alat pemersatu dan menghilangkan frustasi,
3)
boleh dijadikan pendorong agar rajin bekerja.
2.2 Produk
Produk menurut Kotler dan Amstrong (1996 )
adalah : “A product as anything that can be offered to a market for
attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy a want or
need”. Artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan
atau kebutuhan konsumen.
Menurut Stanton, (1996 ), “A product is asset
of tangible and intangible attributes, including packaging, color, price
quality and brand plus the services and reputation of the seller”. Artinya
suatu produk adalah kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun tidak
nyata, termasuk di dalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merk ditambah
dengan jasa dan reputasi penjualannya.
Menurut Tjiptono (1999) secara konseptual produk
adalah pemahaman subyektif dari produsen atas “sesuatu” yang bisa ditawarkan
sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta
daya beli.
Lima Tingkatan Produk
Menurut Kotler (2003) ada lima tingkatan produk,
yaitu core benefit, basic product,expected product, augmented product dan potential product. Penjelasan tentang kelima tingkatan produk
adalah :
a. Core benefit (namely the fundamental service of benefit that costumer
really buying)
yaitu manfaat dasar dari suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen.
b. Basic product (namely a basic version of the product) yaitu bentuk dasar dari suatu produk yang
dapat dirasakan oleh panca indra.
c. Expected product (namely a set of attributes and conditions that the
buyers normally expect and agree to when they purchase this product) yaitu serangkaian atribut-atribut produk dan
kondisi-kondisi yang diharapkan oleh pembeli pada saat membeli suatu produk.
d. Augmented product (namely that one includes additional service and benefit
that distinguish the company’s offer from competitor’s offer) yaitu sesuatu yang membedakan antara produk
yang ditawarkan oleh badan usaha dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing.
e. Potential product (namely all of the argumentations and transformations
that this product that ultimately undergo in the future) yaitu semua argumentasi dan perubahan bentuk
yang dialami oleh suatu produk di masa datang.
Klasifikasi Produk
Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan
ahli pemasaran, diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Kotler. Menurut
Kotler (2002), produk
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan wujudnya, produk dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu:
a)
Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik,
sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan,
dipindahkan,dan perlakuan fisik lainnya.
b)
Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang
ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Kotler (2002) juga mendefinisikan jasa sebagai berikut : “
Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan
suatu produk fisik ”.
2.
Berdasarkan aspek daya tahannya produk dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a.
Barang tidak tahan lama (nondurable goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud
yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan
kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu
tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman kaleng dan sebagainya.
b.
Barang tahan lama (durable goods)
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang
biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk
pemakaian normal adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci,
pakaian dan lain-lain.
3. Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu didasarkan pada
siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka produk
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a) Barang konsumsi (consumer’sgoods)
Barang konsumsi
merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa melalui pemrosesan
lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut.
b) Barang industri (industrial’s goods)
Barang industri
merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut
untuk mendapatkansuatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang
industri diperjualbelikan kembali.
Barang konsumen
Menurut Kotler
(2002), ” Barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk
kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk
tujuan bisnis”. Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat
jenis :
a) Convenience goods
Merupakan barang yang
pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan
dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil)
dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain produk tembakau,
sabun, surat kabar, dan sebagainya.
b) Shopping goods
Barang-barang yang dalam
proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai
alternatif yang tersedia. Contohnya alat-alat rumahtangga, pakaian,
furniture,mobil bekas dan lainnya.
c) Specialty goods
Barang-barang yang
memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok
konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Misalnya mobil
Lamborghini, pakaian rancangan orang terkenal, kameraNikon dan sebagainya.
d) Unsought goods
Merupakan barang-barang
yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada
umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa,
ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya.
Kualitas produk
Menurut American
Society for Quality Control, kualitas adalah “ the totality of
features and characteristics of a product or service that bears on its ability
to satisfy given needs”, artinya keseluruhan ciri dan
karakter-karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya
untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian
kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang
penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah
memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Kualitas produk
merupakan pemahaman bahwa produk yang ditawarkan oleh penjual mempunyai nilai
jual lebih yang tidak dimiliki oleh produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan
berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan membandingkannya dengan produk
yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan
penampilan terbaik atau bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan
produk dengan kualitas tertinggi jika tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh pasar.
Menurut Kotler and
Armstrong (2004) arti dari kualitas produk adalah “ the ability of a
product to perform its functions, it includes the product’s overall durability,
reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued
attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan
fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan,
kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya.
Dimensi Kualitas Produk
Menurut Mullins,
Orville, Larreche, dan Boyd (2005) apabila perusahaan ingin mempertahankan
keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus mengerti aspek dimensi
apa saja yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual
perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut
terdiri dari :
1. Performance (kinerja),
berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah produk
2. Durability (daya
tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang bersangkutan bertahan
sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian
konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya tahan produk.
3. Conformance
to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana
karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu
dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.
4. Features (fitur),
adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk
atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.
5. Reliabilty (reliabilitas),
adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam
periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka
produk tersebut dapat diandalkan.
6. Aesthetics (estetika),
berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa dilihat dari tampak, rasa,
bau, dan bentuk dari produk.
7. Perceived
quality (kesan kualitas ), sering dibilang merupakan hasil dari
penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat
kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk
yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga,
merek, periklanan, reputasi, dan negara asal.
Menurut Tjiptono (1997),
dimensi kualitas produk meliputi :
1) Kinerja (performance)
Yaitu karakteristik
operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan,
konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan
kenyamanan dalam mengemudi dan sebagainya.
2) Keistimewaantambahan(features)
Yaitu karakteristik
sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti
dash board, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya.
3) Keandalan(reliability)
Yaitu kemungkinan kecil
akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering
ngadat/macet/rewel/rusak.
4) Kesesuaian`dengan`spesifikasi`(conformance`to`specifications`)
Yaitu sejauh mana
karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as
roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan.
5) Dayatahan (durability)
Berkaitan dengan berapa
lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis
maupun umur ekonomis penggunaan mobil.
6) Estetika (asthethic)
Yaitu daya tarik produk
terhadap panca indera. Misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model atau
desain yang artistik, warna, dan sebagainya
2.3 Lokasi Perusahaan
Pengertian
/ Arti Definisi Lokasi Perusahaan
Lokasi Perusahaan adalah suatu tempat di mana
perusahaan itu malakukan kegiatan fisik. Kedudukan perusahaan dapat berbeda
dengan lokasi perusahaan, karena kedudukan perusahaan adalah kantor pusat dari
kegiatan fisik perusahaan. Contoh bentuk lokasi perusahaan adalah pabrik tempat memproduksi
barang.
Faktor-Faktor Pokok Penentu Pemilihan Lokasi Industri
-
Letak dari sumber bahan mentah untuk produksi
-
Letak dari pasar konsumen
-
Ketersediaan tenaga kerja
-
Ketersediaan pengangkutan atau transportasi
-
Ketersediaan energi
Jenis-Jenis Lokasi Perusahaan
1. Lokasi perusahaan yang ditetapkan pemerintah. Lokasi ini sudah ditetapkan dan tidak bisa
seenaknya membangun perusahaan di luar lokasi yang telah ditentukan. Contohnya
adalah seperti kawasan industri cikarang, pulo gadung, dan lain sebagainya.
2. Lokasi perusahaan yang mengikuti sejarah. Lokasi perusahaan yang dipilih biasanya memiliki
nilai sejarah tertentu yang dapat memberikan pengaruh pada kegiatan bisnis.
Misalnya seperti membangun perusahaan udang di cirebon yang merupakan kota
udang atau membangun usaha pendidikan di yogyakarta yang telah terkenal sebagai
kota pelajar.
3. Lokasi perusahaan yang mengikuti kondisi alam. Lokasi perusahaan yang tidak bisa dipilih-pilih
karena sudah dipilihkan oleh alam. Contoh : Tambang emas di cikotok, tambang
aspal di buton, tambang gas alam di bontang kaltim, dan lain sebagainya.
4. Lokasi perusahaan yang mengikuti faktor-faktor ekonomi. Lokasi perusahaan jenis ini pemilihannya
dipengaruhi oleh banyak faktor ekonomi seperti faktor ketersedian tenaga kerja,
faktor kedekatan dengan pasar, ketersediaan bahan baku, dan lain-lain.
2.4 Pengaturan Dan Penyusunan Tata Letak Industri
Tata letak pabrik atau tata letak fasilitas
(fasilitas layout) adalah tata cara untuk mengatur fasilitas-fasilitas pabrik
guna menunjang kelancaran produksi (Wignjosoebroto 2003).
Tata letak sebuah pabrik tidak akan efektif
apabila pola aliran bahan tidak dapat mencapai sasaran sebuah proses produksi.
Identifikasi pola aliran bahan perlu dilakukan pada suatu perusahaan untuk
mengetahui apakah pola aliran bahan tersebut telah memenuhi tujuan suatu tata
letak, yaitu prinsip kerja ekonomis dan efisien.
Tata letak fasilitas adalah susunan dari
mesin – mesin dan peralatan yang ada dalam suatu pabrik (handoko, 2000). Tata
letak pabrik menunjukkan kondisi pengaturan fasilitas – fasilitas produksi
dalam sebuah pabrik sehingga proses produksi dapat berjalan lancar terutama
aspek aliran material dari satu proses menuju proses berikutnya. Faktor –
faktor yang menentukan layout suatu pabrik adalah jenis industri, jumlah
produksi, jenis produk, jenis proses, dan jenis pekerja.
Semua proses dilakukan pada satu tempat yang
tetap. Material atau bahan baku letaknya tetap pada satu tempat dan yang
bergerak adalah alat dan pekerja.
2.5 Pengelolaan Tenaga Kerja Industri
nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output,
keluaran) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut
(input, masukan) (Kussriyanto, 1984, p.1). Input bisa mencakup biaya produksi
(production cost) dan biaya peralatan (equipment cost). Sedangkan output bisa
terdiri dari penjualan (sales), earnings (pendapatan), market share, dan
kerusakan (defects) (Gomes,1995, p.157).
Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu
ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategik dalam
organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas
kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia (Siagian, 2002, p.2). Oleh karena
itu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas. Hal ini
disebabkan oleh dua hal, antara lain; pertama, karena besarnya biaya yang
dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk
pengadaan produk atau jasa. kedua, karena masukan pada faktor-faktor lain
seperti modal (Kussriyanto, 1993, p.1).
Menurut Anoraga dan Suyati, (1995, p.119-121)
produktivitas mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis,
filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan
usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna
untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pada umumnya.
Sebagai konsep filosofis, produktivitas
mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal
inilah yang memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan
konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus
ada kerja sama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem.
Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah
perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang
telah dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian bahwa
produktivitas adalah: “Kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari
sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal
bahkan kalau mungkin yang maksimal.”
Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan
bahwa produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor: knowledge, skills,
abilities, attitudes, dan behaviours dari para pekerja yang ada di dalam
organisasi sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal
tersebut sebagai asumsi-asumsi dasarnya (Gomes, 1995, p.160).
Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu
konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kehidupan
manusia, dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas (Tarwaka, Bakri,
dan Sudiajeng, 2004, p.137).
Menurut Manuaba (1992) peningkatan produktivitas
dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam
memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran
sebesar-besarnya (do the thing right). Dengan kata lain bahwa
produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektivitas
kerja secara total (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004, p.138).
Menurut Sinungan, (2003, p.12), secara umum
produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik
(barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Produktivitas juga
diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau
jasa-jasa. Produktivitas juga diartikan sebagai:
a.
Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil
b.
Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam
satuan-satuan (unit) umum.
Ukuran produktivitas yang paling terkenal
berkaitan dengan tenaga kerja yang dapat dihitung dengan membagi pengeluaran
oleh jumlah yang digunakan atau jam-jam kerja orang.
Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut
system pemasukan fisik perorangan/perorang atau per jam kerja orang diterima
secara luas, namun dari sudut pandangan/ pengawasan harian,
pengukuran-pengukuran tersebut pada umumnya tidak memuaskan, dikarenakan adanya
variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang
berbeda. Oleh karena itu, digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam,
hari atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya
diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja
yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar.
Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan
dalam waktu, produktivitas tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks
yang sangat sederhana sama dengan Hasil dalam jam-jam yang standar dibagi
masukan dalam jam-jam waktu.
Untuk
mengukur suatu produktivitas perusahaan dapatlah digunakan dua jenis ukuran jam
kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja yang
dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam-jam
kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam yang tidak digunakan untuk bekerja
namun harus dibayar, liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa
lainnya. Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga kerja kita
memiliki unit-unit yang diperlukan, yakni: kuantitas hasil dan kuantitas
penggunaan masukan tenaga kerja (Sinungan, 2003, p.24-25).
Menurut Wignjosoebroto, (2000, p.25),
produktivitas secara umum akan dapat diformulasikan sebagai berikut:
Produktivitas
= Output/input(measurable)+ input (invisible).
Invisible input meliputi tingkat pengetahuan,
kemampuan teknis, metodologi kerja dan pengaturan organisasi, dan motivasi
kerja. Untuk mengukur produktivitas kerja dari tenaga kerja manusia, operator
mesin, misalnya, maka formulasi berikut bisa dipakai untuk maksud ini, yaitu:
Produktivitas
= total keluaran yang dihasilkan
Tenaga Kerja jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan Di sini produktivitas dari tenaga kerja ditunjukkan sebagai rasio
dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang jam manusia
(man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari tenaga kerja
langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi biasanya meliputi keduanya.
2.6 Proses produksi
Pengertian produksi dapat diartikan sebagai
usaha untuk menciptakan atau menambah fedah ekonomi suatu benda dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan orang, badan usaha, atau organisasi
yang menghasilkan barang dan jasa disebut produsen. Contoh sederhana dari kegiatan produksi adalah produksi ikan
asin. Di mana kegiatan produksi ikan asin dimulai dari menangkap ikan, menjemur
ikan, pengasinan ikan, sampai dengan mengangkut dan memperdagangkan ikan.
Contoh lain dari kegiatan produksi seperti pekerjaan akuntan, pekerjaan
guru, dokter, penasehat hokum (www.e-dukasi.net, 2010).
Tujuan dari produksi adalah untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam usaha mencapai kemakmuran. Kemakmuran akan tercapai bila konsumen
memiliki daya beli yang cukup tinggi dan barang/jasa yang diperlukan tersedia
cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Sedangkan pengertian proses produksi adalah suatu kegiatan perbaikan terus-menerus
(continuos improvment), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide
untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai
distribusi kepada konsumen (V. Gaspersz, 2004).
Proses produksi terdiri dari dua kata, yaitu
proses dan produksi yang memiliki makna yang berbeda.Proses adalah cara,
metode, dan teknik bagaimana sumber-sumber (manusia, mesin, material dan uang)
yang akan dirubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah
kegiatan menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Jadi
pengertian dari proses produksi adalah suatu cara, metode dan teknik untuk
menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan
menggunakansumber-sumber (manusia, mesin, material, dan uang) yang ada (Bagus, 2010).
Jenis-Jenis Proses Produksi.
Jenis-jenis proses produksi ada berbagai macam
bila ditinjau dari berbagai segi. Proses produksi dilihat dari wujudnya terbagi
menjadi proses kimiawi, proses perubahan bentuk, proses assembling, proses
transportasi dan proses penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari, 2002). Proses
produksi dilihat dari arus atau flow bahan mentah sampai menjadi produk akhir,
terbagi menjadi dua yaitu proses produksi terus-menerus (Continous processes)
dan proses produksi terputus-putus (Intermettent processes).
Perusahaan menggunakan proses produksi
terus-menerus apabila di dalam perusahaan terdapat urutan-urutan yang pasti
sejak dari bahan mentah sampai proses produksi akhir. Proses produksi
terputus-putus apabila tidak terdapat urutan atau pola yang pasti dari bahan
baku sampai dengan menjadi produk akhir atau urutan selalu berubah (Ahyari,
2002).
Penentuan tipe produksi didasarkan pada
faktor-faktor seperti: (1) volume atau jumlah produk yang akan dihasilkan, (2)
kualitas produk yang diisyaratkan, (3) peralatan yang tersedia untuk
melaksanakan proses. Berdasarkan pertimbangan cermat mengenai faktor-faktor
tersebut ditetapkan tipe proses produksi yang paling cocok untuk setiap situasi
produksi. Macam tipe proses produksi dari berbagai industri dapat dibedakan
sebagai berikut (Yamit, 2002):
a. Proses produksi terus-menerus. Proses produksi terus-menerus adalah proses
produksi barang atas dasar aliran produk dari satu operasi ke operasi
berikutnya tanpa penumpukan disuatu titik dalam proses. Pada umumnya industri
yang cocok dengan tipe ini adalah yang memiliki karakteristik yaitu output
direncanakan dalam jumlah besar, variasi atau jenis produk yang dihasilkan
rendah dan produk bersifat standar.
b. Proses produksi terputus-putus. Produk diproses dalam kumpulan produk bukan atas
dasar aliran terus-menerus dalam proses produk ini. Perusahaan yang menggunakan
tipe ini biasanya terdapat sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses
atau menunggu untuk diproses, sehingga lebih banyak memerlukan persediaan
barang dalam proses.
c. Proses produksi campuran. Proses produksi ini merupakan penggabungan dari
proses produksi terus-menerus dan terputus-putus. Penggabungan ini digunakan
berdasarkan kenyataan bahwa setiap perusahaan berusaha untuk memanfaatkan
kapasitas secara penuh (www.yprawira01.blogspot.com, 2008).
2.7 Material handling
Material handling merupakan kegiatan mengangkat, mengangkut, dan
meletakkan bahan-bahan dan barang-barang dengan menggunakan alat transportasi. Pemindahan barang berlaku di dalam suatu
industri—maupun pengangkutan di luar pabrik, serta angkutan antarkota, wilayah
atau daerah (Rawan, 2009).
Bethel, cs
dalam Hidayat (2010), membagi material handling menjadi dua bagian:
- Internal Transportation. Yaitu, pengangkutan yang terjadi di dalam pabrik. Misalnya: trafic (perjalanan), receiving (penerimaan), shipping (perkapalan).
- External Transportation. Yaitu, pengangkutan yang terjadi diluar pabrik.
Pengertian pemindahan beban secara manual,
menurut American Material Handling Society bahwa material handling dinyatakan sebagai seni dan
ilmu yang meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving),
Pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) dan pengawasan (controlling)
dari material dengan segala bentuknya.(Wignjosoebroto, 1996).
Menurut Meyers ( 2003) Tujuan material
handling
· Menjaga atau mengembangkan
kualitas produk, mengurangi kerusakan dan memberikan perlindungan terhdap material.
· Meningkatkan keamanan dan
mengembangkan kondisi kerja
· meningkatkan produktivitas
· Meningkatkan tingkat
penggunaan fasilitas
· mengurangi bobot mati
· sebagai pengawasan
persediaan
Pertimbangan perancangan sistem material handling
1.
Karakteristik material
·
Sifat
fisik
·
ukuran
·
berat
·
bentuk
·
kondisi
·
resiko
keamanan
2.Tingkat
aliran material
·
Jumlah
aliran rendah dan jarak perpindahan relatif pendek Þ handtruck
·
Jumlah
aliran rendah dan jarak perpindahan sedikit lebih jauh ÞAGV
·
Jumlah
aliran sangat tinggi Þ conveyor
·
Jumlah
aliran sangat tinggi dan jarak perpindahan sedikit lebih jauh Þ AGV Train
3.
Tipe tata letak
·
Fixed
position layout Þ crane, hoist, truck
·
process
layout Þ handtruck, forklift, AGV
·
product
layout Þ conveyor, truck
Prinsip-prinsip material handling (Meyers, 2003):
· Perencanaan
· sistem aliran
· aliran material
· penyederhanaan
· gravitasi
· memanfaatkan ruangan
· ukuran satuan
· mekanisasi
· Otomasi
· pemilihan peralatan
· standardisasi
· kemampuan adaptasi
· bobot mati
· utilisasi
· perawatan
· keuangan
Prinsip-prinsip material handling
· Pengawasan
· kapasitas
· efektivitas
· keamanan
Biaya penanganan material
· Biaya investasi, harga
pembelian peralatan, harga komponen alat bantu dan biaya instalasi
· Biaya operasi, biaya
perawatan, biaya bahan bakar dan biaya tenaga kerja
· Biaya pembelian
muatan, biaya pembelian pallet dan container
· biaya pengepakan dan
kerusakan material
2.8 Perencanaan kapasitas
Pengertian
Kapasitas
Adalah jumlah output maksimum yang dihasilkan
oleh suatu fasilitas selama periode / selang waktu tertentu. Biasanya
dinyatakan dalam unit produk yang dihasilkan per satuan waktu.
Perencanaan kapasitas yang tepat ini penting
untuk menghindari kehilangan keuntungan karena kekurangan kapasitas atau
utilitas yang rendah karena kelebihan kapasitas. Perencanaan kapasitas jangka
panjang adalah salah satu jenis perencanaan yang bersifat strategis sehingga
permasalahan ini akan menentukan posisi bersaing.
Permodelan permasalahan perencanaan kapasitas
yang dilakukan selama ini mengasumsikan horison perencanaan yang tak terhingga. Dengan membatasi horison perencanaan, perusahaan
dapat mencegah terjadinya kelebihan kapasitas ketika produk sudah mencapai
titik puncak pertumbuhan permintaan. Dalam perkembangan model terakhir,
terdapat asumsi kekurangan kapasitas yang dipenuhi dengan sub-kontrak(2010)
*Perencanaan pengembangan usaha
Perencanaan bisnis merupakan dokumen tertulis yang menerangkan tentang bisnis
yang akan dijalankan, dan bagaimana rencana pemasaran, produksi, SDM, keuangan
serta analisis resiko dan hasil.
Factor –faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan
bisnis :
1. Tujuan usaha → komitmen → kesungguhan
2. Komitmen dalam menjalankan usaha
3. Batasan waktu
Manfaat perencanaan bisnis :
1. Dapat mendekati asumsi kebenaran
2. Membandingkan hasil dengan rencana
3. Alat komunikasi untuk meyakinkan pihak lain
4. Wirausaha dapat berfikir kritis dan objektif
Informasi yang dibutuhkan dalam membuat perencanaan bisnis :
1. Informasi keuangan. Modal usaha → sendiri
dan pinjaman
2. Informasi pasar. Melihat besarnya
permintaan, bagaimana saluran distribusi, konsumen potensial
3. Informasi produksi. Bahan baku, teknologi
dan SDM
KWU = Ide + Kreativitas
+ Inovatif
Sumber ide dalam membentuk usaha :
1. Budaya individu → life style
2. Rekan kerja → teman yang kreatif atau punya
keahlian
3. Keluarga → bisnis keluarga
4. Guru atau penelitian
5. Pemasaran (permintaan dan ditribusi barang)
6. Keuangan → menentukan ide
7. Pemerintah → PP, kebijakan
Metode memperoleh ide :
1. Kelompok diskusi (focus group) → ide
masing-masing → analisa → tindak lanjut
2. Brainstorming → diskusi berdasrkan pengalaman
sebelumnya
3. Problem inventory analysis → ide muncul
berdasarkan kondisi permasalahan
Tahapan perencanaan usaha dan pengembangan produk :
1. Ide atau gagasan
2. Konsep → perencanaan bisnis
3. Pengembangan produk
4. Uji pemasaran → launching mengunakan alat
promosi
5. Komersialisasi → penjualan
Proses pengembangan usaha dilakukan dengan :
1. Akuisisi, dilakukan
dengan memperhatikan :
- Evaluasi perusahaan
- Kerjasama yang dilakukan
- Aspek hokum
- Kemampuan manajemen
- Sengketa pengambilalihan
2. Joint venture,
dilakukan dengan memperhatikan :
- Sejarah usaha
- Aktivitas usaha baru
- Bentuk kerjasama
3. Leverage buy out
Strategi terhadap tantangan pengembangan usaha :
1. Strategi pengaruh
negatif dalam memasuki pasar baru
2. Strategi persaingan
para pengganti
3. Strategi kelangkaan
sumberrdaya manusia
4. Strategi memimpin
pasar
5. Strategi bagi
pencipta peluang
6. Wirausaha ahli
strategi
Penyebab kegagalan dalam memilih peluang usaha baru :
1. Tidak obkjektif
2. Kurang melakukan
pendekatan dengan pasar
3. Tidak memahami
kebutuhan teknis
4. Kurang memperhatikan
kebutuhan financial
5. Tidak memliliki
differensiasi produk
6. Tidak memahami
masalah hukum
Unsur-unsur yang harus ada dalam perencanaan bisnis :
1. Rencana pemasaran
2. Rencana produksi
3. Rencana keuangan
4. Rencana SDM dan
organisasi
5. Analisa resiko dan
hasil
6. Batasan waktu (Prabowo, 2009)
3. METODOLOGI
3.1 Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan pada pelaksanaan
praktikum ini adalah metode deskriptif. Menurut Surakhmad (1994), metode
deskriptif merupakan metode penyelidikan yang menuturkan dan mengklasifikasikan
data yang diperoleh dari berbagai teknik pengambilan data. Tujuan dari pelaksanaan
metode deskriptif adalah untuk memaparkan secara sistematik, faktual, dan
akurat mengenai fakta serta sifat dari suatu populasi
tertentu. Pengumpulan data sesuai dengan tujuan dan secara rasional
kesimpulan diambil dari data yang berhasil dikumpulkan. Data yang diambil dalam
pelaksanaan praktikum ini meliputi data primer
dan data sekunder.
3.1.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari pelaku kegiatan, diamati dan dicatat untuk pertama kali (Marzuki,
1986). Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data
dimana orang melakukan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala/fenomena yang diselidiki
(Marzuki, 1986). Dalam Praktikum, observasi
tersebut dilakukan terhadap metode yang digunakan dalam proses pembekuan udang, pelaksanaan sanitasi dan
hygiene, pengawasan mutu, dan pengujian mutu akhir.
b. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data dengan
melakukan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan
berlandaskan pada tujuan penelitian (Marzuki, 1986). Wawancara merupakan suatu proses interaksi
dan komunikasi. Dalam proses ini hasil wawancara
ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus
informasi. Faktor-faktor tersebut adalah
pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan
dan situasi wawancara (Masri dan Effendi, 1989). Wawancara pada pelaksanaan praktikum ini
ditujukan kepada pihak perusahaan, yaitu tentang:
- Sejarah berdirinya dan
perkembangan unit pengolahan
- Keadaan umum unit pengolahan
- Lokasi serta tata letak
pabrik/ tempat pengolahan
- Struktur organisasi serta
jumlah tenaga kerja
- Data produksi unit pengolahan
- Proses produksi udang
- Pemasaran, dll
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan
data dengan cara mengumpulkan catatan dan gambar. Teknik ini berguna untuk
memperkuat data-data yang telah diambil dengan menggunakan teknik pengambilan
data sebelumnya.
3.1.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan
diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti misalnya dari Biro Statistik,
majalah, keterangan-keterangan atau publikasi lainnya. Jadi data sekunder
berasal dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya yang artinya melewati satu
atau lebih pihak yang bukan peneliti sendiri (Marzuki, 1986). Data sekunder yang dicari meliputi keadaan umum lokasi Praktikum, data hasil produksi perikanan setempat, peta lokasi, dll.
4. PEMBAHASAN
4.1 Organisasi
Organisasi
yang ada di sana mencakup beberapa hal diantaranya yaitu : struktur organisasi,
fungsi dan tugas tiap bagian.
· Struktur organisasi
Sruktur
organisasi yang terapkan dalam usaha tersebut sangat sederhana karena usaha
tersebut merupakan usaha perorangan, sederhana disini berarti segala sesuatu di
lakukan oleh satu orang yaitu pimpinan yang merupakan pemilik usaha Bandeng
tanpa duri.
· Fungsi organisasi
Agar
kegiatan usaha lebih efektif dan efisien, serta untuk memenuhi permintaan dari
konsumen.
· Komunikasi yang dilakukan antara pimpinan dengan
semua karyawan adalah komunikasi verbal dan secara langsung. Komunikasi
tersebut dilakukan selayaknya antar teman tetapi masih ada batasan antara
pimpinan dan karyawan
· Hambatan yang dihadapi : perbedaan tingkat
pendidikan karyawan, usia dan latar belakang / asal usul karyawan. Karena pasti
ada perbedaan antara komunikasDalam menjalankan usaha Bandeng Tanpa Duri ini,
sebaiknya memang pada wilayah penghasil Bandeng, karena bahan baku dari usaha
ini haruslah Bandeng yang masih segar, dengan persyaratan Bandeng tersebut
sudah mati maksimal dalam waktu 8 jam. Jika lokasi produksi berada jauh dari
lokasi penangkapan Bandeng (tambak/ pantai), maka konsekuensinya harus
melakukan penanganan ikan dengan baik. Misalnya dengan cara memasukkan es dalam
kemasan untuk menjaga kesegaran Bandeng. Bila Bandeng yang diolah tidak segar,
maka akan sulit memisahkan duri dari daging Bandeng, karena duri akan lengket
yang menyebabkan bila duri diangkat akan merusak daging Bandeng dan merusak
fisik Bandeng tersebut.
Selain kedekatan dengan bahan baku, syarat
lainnya yaitu memiliki kecukupan air bersih yang digunakan untuk mencuci
Bandeng sebelum dimasukkan dalam kemasan. Pada umumnya di Semarang, usaha
Bandeng Tanpa Duri ini berada pada satu area dengan rumah Pemilik, meskipun
dengan bangunan yang berbeda (berada di belakang atau di samping rumah utama).
4.3 Pengelolaan Tenaga Kerja
Persyaratan tenaga kerja dalam industri Bandeng
Tanpa Duri ini adalah orang yang memiliki ketekunan dan ketelitian, khususnya
untuk proses pencabutan duri. Tenaga kerja ini kemudian harus mengikuti
pelatihan mengenai teknik pencabutan duri sehingga mampu melakukannya dengan
tepat. Pengusaha mengklaim produk Bandeng Tanpa Duri hasil produksinya mampu
mengangkat duri yang ada pada Bandeng hingga 99%, dan ini bukanlah merupakan
pekerjaan yang mudah, sehingga tenaga kerja perlu dibekali dengan teknik yang
tepat. Tenaga kerja relatif mudah diperoleh, umumnya adalah masyarakat di
sekitar lokasi usaha. Pemilik berusaha untuk belajar terlebih dahulu sehingga
mampu menguasai teknik pencabutan duri dengan benar, kemudian pemilik melatih
tenaga kerjanya agar menguasai hal yang serupa. Lama pelatihan sekitar 1-2
minggu, setelah mengikuti pelatihan umumnya mereka mampu melakukan pekerjaan
ini dengan baik.
Secara umum, terdapat dua tipe tenaga kerja, yaitu tenaga kerja
tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Tenaga kerja tetap dibayar dalam Rupiah
yang tetap per bulan, dan tenaga kerja tidak tetap dibayar secara variabel
berrdasarkan jumlah Bandeng Tanpa Duri yang mereka hasilkan. pelaku usaha dapat
memilih kebijakan tenaga kerja ini sesuai dengan karakteristik usahanya dan
juga kemampuannya memperoleh bahan baku. Dari pengamatan di lapangan terdapat
pelaku usaha kecil dimana seluruh tenaga kerjanya tidak tetap.
Alasan menggunakan tenaga kerja yang tidak tetap ini adalah untuk
mengantisipasi kelangkaan bahan baku Bandeng, sehingga jika bahan baku ini
tidak tersedia, maka pengusaha tidak berproduksi dan tidak harus membayar gaji
pegawai. Tetapi dalam model penelitian ini mengambil sampel salah satu pelaku
usaha kecil yang menggunakan tenaga kerja tetap.
Gaji tenaga tetap sekitar Rp 600.000 – Rp
850.000 per bulan (memperoleh makan siang), dengan lama kerja 6 hari dalam
seminggu dengan waktu kerja per hari sekitar 8 jam. Bila lembur, maka upah
lembur dihitung sebesar 2 kali upah normal. Untuk tenaga kerja tidak tetap,
dibayar Rp 3.000 per kg Bandeng Tanpa Duri. Dimana pada umumnya, 1 orang tenaga
kerja mampu menghasilkan 15-20 kg per hari. Seluruh tenaga kerja ini mampu
melakukan proses produksi dari awal hingga akhir. Tunjangan yang diterima
tenaga kerja tetap yaitu tunjangan Hari Raya dan Tunjangan Kesehatan. Disamping
tenaga produksi, terdapat 1 orang tenaga penunjang, yaitu yang bertugas
mengantar pesanan atau membeli bahan baku. Tenaga penunjang ini dibayar Rp
500.000 per bulan. Sedangkan untuk administrasi seperti pencatatan keuangan,
penerimaan pesanan, ditangani oleh pemilik yang berlaku sebagai Manager, dengan
upah Rp 2.500.000 per bulan.
Tenaga kerja yang terlibat dalam produksi
Bandeng Tanpa Duri ini bervariasi, terdiri dari tenaga tetap sebanyak 8 orang
dan tenaga tidak tetap sebanyak 8-10 orang. Seluruh tenaga kerja merupakan
masyarakat di sekitar tempat usaha. Tingkat pendidikan juga bervariasi, mulai
dari SD hingga D3. Usia berkisar 15-45 tahun, umumnya perempuan karena
perempuan lebih sabar dan teliti saat melakukan proses pencabutan duri Bandeng.
4.4 Proses Produksi
Proses produksi Bandeng Tanpa Duri adalah
sebagai berikut:
Tahap1.
Pembuangan Sisik
·
Apabila pengolahan Bandeng Tanpa Duri ini digunakan untuk
keperluan pengolahan lebih lanjut yang masih memerlukan adanya sisik, maka
pembuangan sisik tidak dilakukan, misalnya saja untuk diolah menjadi Bandeng
Asap. Sebab sisik diperlukan untuk memberikan kilau pada produk akhir Bandeng
Asap tersebut.
·
Apabila dalam pengolahan lebih lanjut tidak memerlukan adanya
sisik, maka sisik dibuang dengan cara dikerok mulai dari pangkal ekor
menuju ke bagian kepala menggunakan alat pembuang sisik sampai bersih.
Tahap 2
Pembelahan (filleting)
·
Pembelahan sebaiknya dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal
ini akan sangat berpengaruh dalam proses selanjutnya.
· Jangan sampai terlalu banyak membuang daging dengan
melakukan pembelahan yang ceroboh.
· Ikan dibelah dengan menyayat bagian punggungnya
dengan pisau. Penyayatan dimulai dari bagian ekor menyusur tepat pada tengah
bagian punggung ikan sampai membelah bagian kepala.
Tahap 3
Pembuangan Duri Punggung/ Duri Utama
·
Pembuangan duri punggung atau duri utama ini dimulai dari pangkal
ekor maju lebih kurang 2 cm dengan memotong secara hati-hati, terlebih saat
memotong pangkal duri utama sehingga ekor tidak sampai terputus.
·
Duri utama disayat secara perlahan dengan sedikit mengangkat pisau
agak ke atas agar daging tidak terlalu banyak yang terangkat.
·
Demi kesempurnaan sirip atas yang menjadi pangkal duri bagian atas
dibuang.
Tahap 4
Pembuangan Isi Perut
·
Setelah duri utama kita angkat, semua isi perut sampai dengan
insang dikeluarkan hingga selaput yang menempel pada dinding perut terkelupas
secara bersih.
Tahap 5
Pencucian
· Ikan yang telah dibelah dan diambil tulang utama
kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa darah, lemak maupun
kotoran yang masih menempel pada dinding perut ikan.
Tahap 6
Pembuangan Duri
· Duri dicabut dengan cara memasukkan ujung pinset
pada bagian irisan daging, selanjutnya duri dicabut satu persatu.
·
Pada bagian perut terdapat 16 pasang duri, bentuknya agak
melengkung, kasar dan eras. Pencabutan dilakukan hati-hati agar tidak merusak
daging.
·
Pada bagian punggung terdapat 42 pasang duri bercabang dan halus
yang berada di dalam daging dekat kulit luar. Pada guratan daging punggung
bagian tengah dan bagian perut dibuat irisan memanjang dengan menggunakan ujung
pisau, kemudian duri dicabut satu persatu.
·
Sepanjang • lateral line (antara punggung dan perut) terdapat 12 pasang
duri bercabang dan halus. Duri dicabut mulai dari arah kepala menuju ekor dengan
cara ditarik ke belakang sampai pertengahan daging ikan.
· Di bagian sirip belakang (anal) terdapat 12
pasang duri berbentuk lurus dan agak keras, sedangkan bagian agak ke tengah
bercabang dan halus. Pada bagian tersebut dibuat irisan dan dilakukan
pencabutan dimulai dari arah ekor menuju kepala dengan cara ditarik ke belakang
sampai pertengahan daging ikan. Pencabutan duri dilakukan pada kedua belahan
daging.
Tahap 7
Pengemasan
·
Produk dapat langsung diolah sesuai selera dan jika tidak langsung
diolah • maka dimasukkan ke dalam kantong plastik polyethylene (PE) dengan
divakum atau tanpa vakum (hampa udara). Ikan dalam plastik dibentuk dengan rapi
menggunakan tangan, kemudian ditutup dengan sealer.
· Bandeng Tanpa Duri dalam kemasan ini selanjutnya
dimasukkan ke dalam • freezer untuk dibekukan sambil menunggu proses
selanjutnya.
4.5 Material Handling
Dalam proses produksi Bandeng Tanpa Duri ini
tidak membutuhkan teknologi yang canggih, karena peralatan dan fasilitas yang
digunakan relatif sederhana. Tidak ada mesin yang digunakan dalam proses
produksi (pencabutan duri), semuanya mengandalkan tenaga manusia, karena memang
proses pencabutan duri Bandeng ini tidak memungkinkan dengan menggunakan
bantuan mesin.
Meskipun dalam proses pencabutan duri tidak
membutuhkan bantuan teknologi, tetapi teknologi dibutuhkan dalam proses
penunjang produksi khususnya proses pengemasan. Pengemasan yang selama ini
dilakukan pengusaha Bandeng Tanpa Duri yaitu pengemasan manual dimana setiap
ekor Bandeng Tanpa Duri dimasukkan dalam kantong kemasan yang terbuat dari
plastik polyethylene (PE) kemudian diseal. Idealnya dalam
pengemasan ini dibutuhkan teknologi vakum dengan menggunakan mesin vakum (hampa
udara) yang bertujuan membuat produk dalam kemasan menjadi lebih awet.
4.6 Peramalan Dan Permintaan Produksi
Menurut Direktorat Penjualan Dalam Negeri
Departemen Kelautan dan Perikanan (2008), permintaan pasar dalam negeri
terhadap produk perikanan budidaya (salah satunya Bandeng) mengalami
peningkatan. Tren kenaikan tersebut diduga dipengaruhi turunnya produksi ikan
hasil tangkapan nelayan akibat cuaca buruk serta mahalnya harga bahan bakar
minyak. Peningkatan konsumsi ikan hasil budidaya ini juga akibat bergesernya
pola konsumsi masyarakat, yaitu mencari alternatif pangan pengganti daging.
Permintaan produk perikanan budidaya di sejumlah daerah saat ini rata-rata naik
10 persen. Dengan demikian, maka permintaaan Bandeng Tanpa Duri akan berbanding
lurus dengan peningkatan permintaan Bandeng itu sendiri dengan alasan banyaknya
duri pada Bandeng penyebab utama orang enggan mengkonsumsi Bandeng dan ini bisa
diatasi dengan mengkonsumsi Bandeng Tanpa Duri.
Khususnya di Jawa Tengah, tingkat konsumsi ikan
masyarakat belum dapat dikatakan menggembirakan karena baru mencapai 13,76
kg/kapita/tahun atau baru mencapai 76,4% dari sasaran tingkat konsumsi ikan
Jawa Tengah 18 kg/kapita/tahun
Dalam periode 2002-2006, tingkat konsumsi ikan
bagi rata-rata penduduk Jawa Tengah mengalami peningkatan rata-rata sebesar
5,6% per tahun, khusus tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 45,3%. Menurut Dinas
Perikanan & Kelautan Propinsi Jawa Tengah, hal ini disebabkan oleh
meningkatnya jumlah ikan yang masuk dari daerah di luar Jawa Tengah serta
adanya upaya dari Dinas Perikanan & Kelautan Propinsi untuk meningkatkan
kesadaran makan ikan bagi penduduk Jawa Tengah yaitu melalui bantuan paket
budidaya ikan, promosi makan ikan dan pemasyarakatan makan ikan baik melalui
media cetak maupun elektronik. Jumlah penduduk Jawa Tengah yang meningkat
dengan pertumbuhan rata-rata 1,1% juga mempengaruhi kebutuhan pangan asal ikan
yang dikonsumsi.
4.7 Perencanaan Kapasitas dan Manajemen Pemasaran
Jumlah produksi Bandeng Tanpa Duri sangat
ditentukan oleh jumlah permintaan atau pesanan, disamping itu juga untuk
memenuhi stok, dimana stok ini hanya dilakukan oleh pelaku usaha skala kecil
dengan jumlah stok sekitar 150 – 250 kg. Tidak ada perbedaan jenis produk
Bandeng Tanpa Duri, yang membedakannya hanyalah ukuran Bandeng per ekor. Ukuran
Bandeng ini bervariasi antara 330 gram hingga 2.5 kg per ekornya. Tetapi ukuran
yang besar ini sulit diperoleh jika bukan pada musim panen Bandeng.
Produk Bandeng Tanpa Duri yang dihasilkan harus
memenuhi berbagai kriteria atau standar kualitas produk. Di wilayah Semarang hanya
ada satu pengusaha yang telah memperoleh pengakuan mutu produknya dari
Departemen Kesehatan, dimana sertifikat mutu ini menjamin bahwa produk Bandeng
Tanpa Duri produksinya telah memenuhi standar & pengawasan produk dari
Departemen Kesehatan.
Menurut pelaku usaha, standar kualitas Bandeng
Tanpa Duri secara umum ditentukan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
·
Jumlah duri pada Bandeng
Produk Bandeng Tanpa Duri yang dihasilkan dapat
memenuhi kriteria jumlah duri yang dibuang mencapai standar yang sudah
ditetapkan. Standar yang ditetapkan dari Dinas Perikanan & Kelautan Jawa
Tengah yaitu mampu menghilangkan duri sebanyak 70-80%. Meskipun pelaku usaha
kecil mengklaim produknya memiliki sisa duri hanya 1%.
·
Bentuk fisik Bandeng
Setelah Bandeng dibelah dan dilakukan proses
pencabutan duri, maka Bandeng ini memiliki kemungkinan rusak secara fisik,
karena dagingnya ikut tercabut atau bentuk Bandeng yang mengalami perubahan
karena proses pembelahan dan pencabutan yang kurang tepat. Maka bentuk secara
fisik juga menjadi kriteria dalam mutu produk.
·
Rasa Bandeng
Orang sering mengeluhkan rasa lumpur yang ada
pada Bandeng. Rasa lumpur ini juga menjadi salah satu faktor kualitas Bandeng
Tanpa Duri. Produsen harus memastikan bahwa bahan baku yang digunakan adalan
Bandeng tanpa rasa lumpur. Menurut berbagai literatur, bau lumpur pada Bandeng
banyak dialami pada Bandeng yang diambil dari tambak. Bandeng yang dipelihara
di Karamba hampir tidak berbau.
Khususnya di wilayah Semarang, jumlah pelaku
usaha yang masih terbatas menyebabkan persaingan belum tampak pada usaha
produksi Bandeng Tanpa Duri ini. Setiap pelaku usaha memiliki pasar
masing-masing, yaitu konsumen di sekitar wilayah produsen tersebut serta agen/
distributor masing-masing yang berbeda antar produsen dengan skala yang relatif
besar.
Kunci keberhasilan usaha produksi Bandeng Tanpa
Duri ini adalah bagaimana pengusaha menjaga kontinuitas produksinya. Karena
kendala utama pengusaha yaitu ketersediaan bahan baku Bandeng segar yang
sifatnya musiman tergantung dari perkembangan cuaca dan musim pemanenan,
pengusaha sebaiknya memiliki pengetahuan mengenai musim panen Bandeng dalam
menentukan kapasitas produksi sehingga mampu mengantisipasi kekurangan pasokan
bahan baku dengan pengadaan stok Bandeng Tanpa Duri.
Peluang pasar untuk produk Bandeng Tanpa Duri
ini sangat besar, karena didukung adanya peningkatan permintaan yang cukup
besar untuk produk Bandeng sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam kota Semarang
dan juga luar kota Semarang bahkan di luar Jawa Tengah. Kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengkonsumsi ikan juga menjadi mendorong peningkatan permintaan
ikan. Potensi pasar yang relatif besar menjadi daya tarik masuknya produsen
baru dalam industri produksi Bandeng Tanpa Duri ini. Dinas Perikanan &
Kelautan Kota Semarang juga memberikan dukungan dalam program pelatihan
produksi dan kelayakan usaha serta sosialisasi keunggulan produk Bandeng Tanpa
Duri dibandingkan dengan Bandeng Presto. Dikatakan Bandeng Tanpa Duri tidak
memiliki risiko hilangnya kandungan gizi yang terdapat pada Bandeng tersebut
dan lebih bervariasi dalam penyajiannya karena dapat diolah menjadi berbagai
jenis makanan.
Jumlah pelaku usaha yang relatif terbatas,
sedangkan jumlah permintaan cukup besar memberikan tanda bahwa terdapat
hambatan untuk masuk ke industri ini. Hambatan awal yaitu penguasaan teknik
mencabut duri, yang memang membutuhkan teknik khusus. Tetapi hambatan ini lama
kelamaan bukan menjadi masalah lagi, sebab saat ini Dinas Perikanan &
Kelautan Kota Semarang bekerjasama dengan salah seorang produsen mengadakan
pelatihan mengenai proses produksi Bandeng Tanpa Duri. Tujuannya tentu saja
memperbanyak jumlah produsen yang diharapkan dapat meningkatkan produksi
Bandeng Tanpa Duri.
Kemampuan memperoleh bahan baku yang sesuai
secara kontinu juga menjadi kunci keberhasilan pada industri ini. Seringkali
produksi bisa berkurang bahkan terhenti karena memang tidak adanya bahan baku
ikan Bandeng yang memenuhi persyaratan produksi, khususnya mengenai ukuran
ikan, karena ikan yang dipersyaratkan untuk bisa diolah yaitu ikan Bandeng
segar dengan ukuran minimal 330 gram, bila ikan Bandeng terlalu kecil, maka
akan menyulitkan dalam pencabutan durinya.
Produk substitusi dari Bandeng Tanpa Duri ini
yaitu dari produk olahan Bandeng atau dari jenis ikan selain Bandeng. Bahkan
untuk jenis ikan selain Bandeng, menjadi pesaing yang cukup signifikan bagi
konsumsi Bandeng Tanpa Duri, karena harga yang jauh lebih murah. Substitusi utama Bandeng Tanpa Duri
yaitu Bandeng Duri Lunak atau dikenal dengan Bandeng Presto, yang memang telah
dikenal lebih dahulu dan menjadi makanan khas Semarang saat ini menguasai
produk olahan Bandeng di Semarang.
Komentar
Posting Komentar